30 Oktober 2024
Dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia mengalami fenomena deflasi beruntun yang menunjukkan penurunan harga secara umum. Meski mungkin terdengar positif, deflasi ini sebenarnya mencerminkan lemahnya daya beli masyarakat, yang kian terasa dalam sektor-sektor seperti pangan, terutama pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di bidang kuliner.
Penurunan daya beli membuat banyak masyarakat lebih selektif dalam berbelanja. Banyak orang kini lebih berhati-hati dalam mengatur pengeluaran dan memilih untuk hanya membeli kebutuhan pokok yang benar-benar diperlukan. Akibatnya, produk makanan yang sebelumnya banyak dikonsumsi kini sering kali tidak terjual habis, bahkan mengalami penurunan permintaan secara drastis. UMKM di sektor makanan dan minuman pun merasakan dampak langsung dari perubahan pola belanja ini, dengan semakin banyak produk yang tersisa atau bahkan terbuang.
Beberapa pelaku UMKM mengakui bahwa penurunan penjualan sudah mulai terasa sejak harga-harga kebutuhan pokok melonjak tahun lalu. Namun, kini dengan deflasi yang terjadi, daya beli yang terus melemah semakin memperburuk kondisi bisnis mereka. Produk-produk yang biasanya laris manis, seperti makanan ringan dan jajanan khas daerah, kini sering tidak habis terjual. Para pengusaha kecil harus menghadapi tantangan baru, dari pengelolaan stok hingga upaya mempertahankan bisnis di tengah minat beli yang terus menurun.
Deflasi yang berkelanjutan ini menunjukkan adanya perubahan pola konsumsi, di mana masyarakat lebih banyak menahan diri dalam berbelanja. Para ahli ekonomi memperingatkan bahwa jika deflasi ini terus berlangsung tanpa peningkatan daya beli, bisa berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kebijakan yang tepat untuk meningkatkan daya beli masyarakat sangat diperlukan, terutama bagi sektor UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Banyak Kecelakaan terjadi di sektor makanan
Perubahan pola konsumsi berpengaruh pada produksi makanan
UMKM kuliner mengalami penurunan penjualan drastis